Pasar Uang di Indonesia


Pasar Uang di Indonesia


Diambil kembali dari Situs Kuliah  bahan ajar Finacial And Market Institutions

Pak Feliks Wisnu Isdaryadi ,MBA 

Perkembangan pasar uang di Indonesia relatif agak berarti setelah Pemerintah melakukan deregulasi sektor keuangan tahun 1988. Sejak saat itu, piranti pasar uang mulai beragam dan berkembang sesuai dengan kebutuhan pasar uang. Beberapa piranti pasar uang yang utama, antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat-surat berharga pasar uang (SBPU), promes, wesel, Pasar Uang Antarbank (PUAB), Certificate Deposit (CD), dan surat berharga komersial (Commercial Paper/CPs).

Pasar uang (Money Market) adalah suatu wadah tempat pertemuan antara pemilik dana (Funder) dengan calon konsumen (Consumer) baik bertemu langsung maupun melalui perantara (Broker) atas transaksi permintaan atau penawaran (Demand /Supply) terhadap sejumlah dana atau surat-surat berharga jangka pendek umumnya dibawah 270 hari.

Promes dan wesel
Promes adalah surat sanggup bayar dalam jumlah, tanggal, dan jangka waktu tertentu yang diterbitkan oleh yang terhutang (issuer). Sedangkan wesel adalah surat tagih kepada debitur yang diterbitkan oleh penarik (kreditur) dalam jumlah, tanggal dan jangka waktu tertentu dan harus diaksep oleh tertarik. Promes dan wesel tersebut masing-masing tunduk kepada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 174 dan pasal 100.

Warkat promes di samping digunakan sebagai piranti pasar uang antarbank, juga dapat digunakan sebagai jaminan tambahan dari nasabah debitur atas setiap penarikan kredit yang dilakukan. Sedangkan wesel, lazim dipergunakan sebagai salah satu piranti pembayaran dalam transaksi dagang.

Sertifikat Deposito (CD)
Sertifikat Deposito adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang merupakan surat pengakuan hutang dari bank yang dapat diperjualbelikan di pasar uang (SK Direksi BI No. 21/48/KEP/DIR dan SE BI No. 21/27/UPG masing-masing tanggal 27 Oktober 1988).

Sertifikat Deposito hanya dapat diterbitkan dalam Rupiah dengan nilai nominal sekurang-kurangnya Rp 1 juta. Jangka waktu CD ditetapkan sekurang-kurangnya 30 hari dan selama-lamanya 24 bulan. Sertifikat Deposito dapat dipindahtangankan dengan cara penyerahan. Sertifikat Deposito yang mempunyai jatuh tempo sampai dengan 12 bulan dapat digolongkan sebagai piranti pasar uang, sedangkan CD yang mempunyai jatuh tempo lebih dari setahun masuk ke piranti pasar modal.

Di samping sebagai piranti pasar uang, CD juga merupakan sarana pengerahan dana bagi perbankan. Sertifikat Deposito ditransaksikan antara penjual dan pembeli secara diskonto. CD hanya dapat diuangkan/ditagihkan oleh pembawa kepada bank penerbit CD setelah CD jatuh waktu.

Untuk melindungi kepentingan pemegangnya, maka sesuai pengaturan tersebut di atas, CD diatur mengenai bentuk, isi dan redaksinya, antara lain mencantumkan klausul pada halaman belakang, yaitu penerbit menjamin CD dengan seluruh harta dan piutangnya.

Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia merupakan surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Selain dipergunakan sebagai piranti kebijakan moneter untuk mempengaruhi likuiditas bank-bank, SBI juga dimaksudkan untuk mendorong pengembangan pasar uang. Sejak krisis keuangan 1997, SBI menjadi alternatif utama perbankan untuk menempatkan dana mereka karena perbankan masih belum berani untuk mengambil risiko dalam penyaluran kredit ke dunia usaha.

Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan dengan sistem diskonto dan tanpa warkat (scripless) dengan penyelesaian transaksi dilakukan satu hari kerja berikutnya (one-day settlement). Satuan unit SBI adalah sebesar Rp1 juta dengan transaksi terkecil di pasar perdana ditetapkan sebesar 1.000 unit atau Rp1 milyar. Jangka waktu SBI terdiri dari 1, 2, 3, 6, dan 12 bulan. Saat ini, jangka waktu yang tersedia hanya untuk jangka waktu satu bulan dan tiga bulan. Selain karakteristik tersebut, SBI dapat digunakan sebagai agunan.

Prosedur Lelang SBI
Bank Indonesia mengadakan lelang SBI setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya apabila hari Rabu adalah hari libur. Walaupun demikian, Bank Indonesia dapat mengadakan lelang pada hari kerja lain apabila diperlukan. Berkaitan dengan pelaksanaan tersebut, Bank Indonesia mengumumkan target kuantitas lelang berupa target indikatif selambat-lambatnya pada satu hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.

Transaksi lelang SBI di pasar perdana dilakukan dengan menggunakan sarana Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) secara on-line dan real time. Peserta lelang mengajukan penawaran yang terdiri dari tingkat diskonto dan nominal. Peserta yang tidak memiliki sarana BI-SSSS masih dapat mengikuti transaksi lelang SBI melalui pialang pasar uang dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang telah memiliki sarana BI –SSSS. Penawaran nominal lelang sekurang-kurangnya sebesar Rp1 miliar dengan kelipatan Rp100 juta, sementara penawaran diskonto adalah dengan kelipatan 0,0625%.

Penetapan pemenang dilakukan dengan sistem Stop-Out Rate (SOR). Stop-Out Rate adalah tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas SBI yang akan dijual Bank Indonesia. Dalam menetapkan pemenang lelang tersebut, pertama-tama penawaran yang masuk diurut berdasarkan tingkat diskonto dari yang terendah sampai yang tertinggi. Pemenang lelang dimulai dari peserta dengan penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai dengan kumulatif kuantitas yang ingin diserap tercapai.

Disamping melakukan lelang SBI secara reguler, Bank Indonesia juga melaksanakan operasi pasar terbuka sewaktu-waktu untuk mempengaruhi likuiditas perbankan secara jangka pendek pada waktu, jumlah dan harga transaksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Transaksi ini dinamakan Fine Tune Operation. Piranti yang diperdagangkan adalah SBI dan surat utang negara (SUN).

Pasar Uang AntarBank (PUAB) Rupiah
PUAB adalah sarana pinjam meminjam yang dilakukan oleh antarbank dengan menggunakan telepon atau melalui Reuter. Setiap bank peminjam akan menerbitkan promes, sedangkan bank pemberi akan menerbitkan nota kredit. Pada mulanya PUAB diperkenalkan dengan tujuan untuk mengatasi likuiditas bagi bank yang kalah kliring. Namun, dalam perkembangannya PUAB tidak hanya terbatas untuk menutup kekalahan kliring, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk penanaman dana bagi bank yang kelebihan dana. Jangka waktu PUAB biasanya O/N (1 hari) s.d. 90 hari.

Sejak Juli 1998 Pemerintah melalui Bank Indonesia menyediakan penjaminan atas seluruh nilai transaksi yang terjadi di PUAB. Berdasarkan PBI No.6/11/2004, bank dapat menetapkan sendiri suku bunga PUAB berdasarkan suku bunga pasar. Dalam rangka Program Penjaminan, bagi bank yang memberikan suku bunga PUAB lebih tinggi daripada batas maksimum suku bunga yang ditetapkan, Pemerintah hanya menjamin PUAB sebesar pokok pinjaman ditambah bunga sesuai suku bunga maksimum yang ditetapkan. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah tersebut ditetapkan sebesar rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama satu bulan sebelumnya. Sementara itu, maksimum suku bunga PUAB overnight dalam valuta asing US Dollar ditetapkan sebesar rata-rata tertimbang suku bunga PUAB dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip Mudharabah. Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan , dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Berbeda dengan PUAB rupiah dan valas, dalam PUAS kompensasi yang diberikan adalah berupa nisbah atas hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya berdasarkan perjanjian mudharabah. Piranti yang digunakan dalam PUAS saat ini masih terbatas, yaitu Sertifikat Investasi Mudharabah (IMA). Sertifikat IMA yang belum jatuh waktu dapat dipindah tangankan kepada bank lain hanya sebanyak satu kali.

Peserta dari PUAS adalah bank konvensional dan bank syariah. Bank syariah dapat melakukan penanaman dan pengelolaan dana. Sementara itu, bank konvensional hanya dapat melakukan penanaman dana saja.



Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
SBPU adalah surat berharga jangka pendek dalam Rupiah yang dapat diperjualbelikan secara diskonto di pasar uang (SK Direksi BI No. 21/53/KEP/DIR tgl. 27 Oktober 1988 tentang Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang). Ditinjau dari segi warkatnya, SBPU terdiri dari surat sanggup (aksep atau promes) sebagaimana diatur dalam pasal 174 KUHD dan surat tagih (wesel) seperti diatur dalam pasal 100 KUHD.

Namun demikian tidak semua promes dan wesel dapat dikatakan SBPU. Promes yang dapat dikatakan SBPU adalah promes yang diterbitkan oleh nasabah dalam rangka penerimaan kredit dari bank untuk membiayai kegiatan tertentu dan promes yang diterbitkan oleh bank dalam rangka pinjaman antara bank. Sedangkan kriteria wesel adalah wesel yang ditarik oleh suatu pihak dan diaksep oleh pihak lain dalam rangka transaksi tertentu serta wesel yang diaksep oleh bank dalam rangka pemberian kredit kepada nasabahnya.

Surat Berharga Komersial (Commercial Paper/CP)
Pengertian CP sesuai pengaturan yang dikeluarkan Bank Indonesia adalah surat sanggup tanpa jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dan diperdagangkan melalui bank atau perusahaan efek, berjangka waktu pendek, dan diperdagangkan dengan sistem diskonto. Persyaratan penerbitan dan perdagangan surat berharga komersial (khususnya melalui bank umum) di Indonesia diatur melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/49/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/52/ UPG masing-masing tanggal 11 Agustus 1995 serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/151/UPG tanggal 31 Januari 1996 tentang pemberlakuan persyaratan pemeringkatan atas surat berharga komersial (CP) melalui bank umum di Indonesia.

Ketentuan CP ini terutama diarahkan untuk memberikan keseragaman pedoman bagi pasar dan upaya untuk memberikan perlindungan bagi pemodal (investor) serta untuk mengurangi kemungkinan risiko yang ditanggung bank sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking) mengingat keterlibatan perbankan Indonesia yang sangat besar baik dalam jasa penerbitan maupun perdagangan CP.

Kegiatan penerbitan dan perdagangan CP dapat dilakukan tanpa melibatkan jasa bank, kecuali untuk fungsi sebagai agen pembayar. Dengan demikian, selain dapat digunakan jasa bank umum, CP dapat diterbitkan dan diperdagangkan dengan menggunakan jasa perusahaan efek, khususnya sebagai pengatur penerbitan (arranger), agen penerbit (issuing agent), dan pedagang efek (dealer). Dengan penunjukkan bank umum sebagai agen pembayar, maka CP yang diterbitkan maupun yang diperdagangkan tersebut diharuskan memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut di atas.

Commercial Paper yang diterbitkan dan diperdagangkan melalui perbankan harus memenuhi persyaratan antara lain : berjangka waktu paling lama 270 hari; diterbitkan oleh perusahaan bukan bank yang berbadan hukum Indonesia; dan memperoleh peringkat (rating) yang termasuk dalam kualitas investasi (investment grade) sebagaimana ditetapkan oleh lembaga pemeringkat efek dalam negeri yang telah mendapat izin dari Bapepam (saat ini adalah PT Pefindo).

Dalam ketentuan CP tersebut, terdapat hal-hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu: Bank yang bertindak sebagai pengatur penerbitan, agen penerbit, agen pembayar, pedagang efek, atau pemodal dalam perdagangan CP adalah bank yang dalam 12 bulan terakhir mendapat peringkat investasi.

Bankers’ Acceptance (BA)
BA adalah wesel berjangka yang ditarik oleh eksportir (benefeciary) dan yang menjadi debitur (tertariknya) adalah importir (applicant) yang diaksep oleh bank, diterbitkan dalam rangka pembiayaan transaksi perdagangan internasional maupun dalam negeri, berjangka waktu pendek dan diperdagangkan secara diskonto. Sebagai piranti pasar uang berjangka waktu pendek (umumnya berkisar 30 s.d. 180 hari), BA merupakan alternatif investasi bagi investor di samping piranti pasar uang jangka pendek lain, seperti Sertifikat Deposito dan Commercial Paper.

Akseptasi atas wesel eksportir dapat dilakukan baik oleh “opening bank” (bank importir) maupun “advising bank” (bank eksportir). Dengan akseptasi tersebut, accepting bank akan menjamin pembayaran pada saat wesel dimaksud jatuh tempo. Akseptasi dilakukan dengan cara pembubuhan tulisan atau cap “accepted” pada halaman muka wesel.

Akseptasi yang dilakukan oleh advising bank diatur dalam ketentuan perdagangan internasional, yaitu Uniform Customs and Practise for Documentary Credits (UCP) 500 pasal 2 dan 9 bahwa akseptasi dapat dilakukan setelah mendapat “surat kuasa” dari opening bank. Dengan cara ini, advising bank berubah fungsi menjadi “confirming bank” sehingga bank yang berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada saat wesel jatuh tempo bukan lagi opening bank, melainkan confirming bank. Cara ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa apabila BA tersebut diperdagangkan di pasar domestik, calon investor domestik akan lebih mengenal bank eksportir di dalam negeri dibandingkan dengan bank importir di luar negeri.

Pasar Uang dan Kebijakan Moneter
Seperti disebutkan di muka, pasar uang merupakan salah satu institusi yang mempunyai peranan penting bagi bank sentral terutama dalam mengimplementasi kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang diambil melalui operasi pasar terbuka apakah bank sentral menggunakan target kuantitas (uang primer) atau suku bunga dalam rangka mencapai sasaran akhir yang telah ditetapkan pada tahap awal akan mempengaruhi berbagai suku bunga di pasar uang, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap variabel makro ekonomi lainnya, seperti, nilai tukar, konsumsi, investasi dan pada akhirnya tingkat inflasi dan output (Perry Warjiyo dan Solikin, 2004 serta Bank of Canada, 1995).

Bagi Bank sentral yang menggunakan suku bunga sebagai target kebijakan moneter, pengendalian suku bunga jangka pendek (Pasar uang antar bank/PUAB) sangat penting sebagai sinyal arah kebijakan moneter yang kemudian ditransmisikan kepada suku bunga jangka menegah dan panjang. Sinyal yang informatif tersebut akan sangat berfungsi bila pasar uang berada dalam kondisi ideal, yaitu efisien (well functioning).

Pasar uang yang efisien ditandai dengan antara lain pemilikan karakteristik likuiditas yang optimum stabil, sepenuhnya terintergrasi, dan tidak tersegmentasi sehingga piranti dengan karakteristik yang sama akan ditransaksikan pada harga yang relatif sama. Oleh karena itu, suku bunga relatif stabil dan tidak mudah bergejolak karena perubahan (shifting) likuiditas (Marvin, 2002 dan Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter, 2004)

Struktur Pasar Uang di Indonesia
Seperti telah diketahui harga yang terjadi di pasar uang tercermin dari tingkat suku bunga yang terbentuk dari permintaan dan penawaran akan dana. Di samping itu, ada beberapa faktor lain yang mengakibatkan terbentuknya harga di pasar uang yaitu struktur pasar, struktur mikro, dan respons pasar atas masuknya informasi (Wahyu Dewati dan kawan-kawan,2004).

Struktur pasar uang dapat dianalisis dari para pelaku kegiatan pasar uang, yaitu melihat keberadaan pemain atau pelaku bank utama individu termasuk seberapa besar pangsa mereka di pasar, serta perilaku pemain utama tersebut dalam memanfaatkan posisi mereka untuk mencari keuntungan (client-agent relationship). Pemain utama bank muncul antara lain karena mereka memiliki kelebihan dana yang besar, harga atau tingkat suku bunga yang menarik, serta pelayanan yang lebih baik dan cepat.

Keberadaan pelaku utama terkait dengan praktek yang berlaku di pasar uang antarbank (PUAB). Pertama, transaksi PUAB dilakukan dengan dengan bank yang telah memiliki credit line dan credit limit. Adapun faktor-faktor yang menentukan credit line dan credit limit tersebut, antara lain CAR, resiko, peringkat, total aset counterpart, dan masih adanya program penjamin Pemerintah. Pemain dominan bank ini biasanya mampu melakukan transaksi dalam jumlah besar dan di PUAB Indonesia pelaku ini mempunyai total aset menengah ke atas, di atas Rp10 triliun, termasuk beberapa bank asing yang memiliki risiko rendah serta memiliki kemampuan likuiditas yang tinggi.

Pengaruh Perubahan Informasi terhadap Pergerakan Suku Bunga
Bila dilihat dari pengaruh informasi, hasil penelitian (Wahyu Dewati,2004 et.al) menyimpulkan bahwa bila terdapat informasi baru di pasar uang atau pada saat munculnya ketidakpastian, bank cenderung akan meningkatkan bid-ask spread mereka di pasar uang antarbank. Namun, bila kondisi normal, bid–ask spread terutama ditentukan oleh posisi likuiditas bank, likuiditas pasar, dan kebijakan suku bunga FASBI serta menjaga hubungan baik dengan counterpart.

Untuk melihat respons suku bunga sebagai akibat perubahan informasi, dilakukan analisis announcement effect dengan memperhatikan signifikansi perbedaan deviasi standar suku bunga masing-masing kelompok bank pada tanggal-tanggal tertentu yang terdapat informasi baru (announcement day) dibandingkan hari lainnya (non- announcement day). Dari studi telihat bahwa pergerakan deviasi standar baik pada saat announcement day maupun non-announcement day mengalami fluktuasi yang cukup tinggi pada sesi pembukaan dan relatif stabil kembali menjelang tengah hari. Namun, pergerakan suku bunga yang ditunjukkan dengan deviasi standar mengalami peningkatan menjelang penutupan pada sore hari. Hal ini sejalan dengan adanya kebutuhan untuk memenuhi likuiditas akhir hari oleh pelaku PUAB untuk memenuhi kewajiban perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM) dan rencana aliran dana oleh nasabah. Dengan demikian, pergerakan suku bunga menjadi lebih fluktuatif.


Sumber Bacaan:

Bank Indonesia,  Laporan Tahunan beberapa issues.

Marvin, Barth.J. 2002. Changes in Market Functioning and Central Bank Policy”. Bank for International Settelements, 2002.

Perry Warjiyo dan Solikin. 2004.  Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia.  Buku Serie Kebanksentralan No.11

SK Direksi BI No. 21/48/KEP/DIR dan SE BI No. 21/27/UPG masing-masing tanggal 27 Oktober 1988

Surat Edaran Bank Indonesia No.2/21/DPM tanggal 30 Oktober  2000.

Surat Edaran Bank Indonesia No.6/46/DPM tanggal 29 Oktober  2004.

Surat Edaran Bank Indonesia No.6/6/DPM tanggal 16 Februari 2004.

Wahyu Dewati, Iss Savitri  Hafid, Dadal Angkoro, Ibrahim, Zainuddin Nasution. 2004. Mikrostruktur Pasar Uang Antar Bank Rupiah.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Pasar Uang di Indonesia"

Post a Comment